-
Kusuik (Bulu Ayam) Pasar Inpres
Polemik seputar pembangunan Pasar Raya Padang yang lebih dikenal dengan Pasar Inpres I, II, III, dan IV pasca peristiwa G-30-S (Gempa 30 September) sedikit teratasi manakala sejumlah pedagang ber-islah dengan Walikota Padang dan setuju menempati Pasar Inpres I yang telah lebih dahulu selesai dibangun dengan harga yang pantas dan sesuai kemampuan pedagang (Padang Ekspres, 07/09/2011). Kesepakatan antara para pedagang dan Walikota Padang ini meski belum mengakhiri seluruh persoalan Pasar Raya yang proses penyelesaiannya masih dimediasi oleh KOMNAS HAM, namun layak dicatat sebagai suatu kemajuan dan menjadi entry point bagi proses penyelesaian berikutnya.
Peristiwa islah yang terjadi di Mesjid Nurul Islah beberapa waktu lalu membuktikan kebenaran pepatah lama yang menyatakan, “ndak ado kusuik nan ndak salasai, ndak ado karuah nan ndak ka janiah”. Terlepas dari adanya tudingan bahwa kisruh Pasar Inpres “ditunggangi” pihak-pihak tertentu, pada kenyataannya baik para pedagang maupun Pemerintah Kota Padang sama-sama memiliki keinginan untuk mengakhiri tarik-ulur diantara keduanya secepat mungkin.
Bagaimanapun juga, Pemerintah Kota bertanggung jawab untuk secepat mungkin merehabilitasi dan/atau merekonstruksi gedung pasar yang rusak sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 21/2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, sedangkan para pedagang memiliki hak untuk segera mendapatkan tempat yang layak dalam berjualan. Masyarakat luas selaku konsumen juga memiliki kepentingan akan suasana nyaman dan aman dalam berbelanja terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, baik dari aspek fisik maupun psikis.
Kepentingan multi pihak, bukan hanya para pedagang dan pemerintah saja, inilah yang barangkali perlu direnungkan oleh pihak-pihak yang terlibat kemelut untuk tidak hanya mengedepankan kepentingan dan/atau egoisme masing-masing tapi lebih mengutamakan kepentingan publik selaku konsumen yang juga berhak atas rasa aman dan tenteram serta lingkungan hidup yang baik dan sehat. Penyelesaian konflik secara musyawarah akan dengan sangat mudah terwujud apabila masing-masing pihak rela mundur selangkah untuk mengakomodir kepentingan pihak lain dan tidak “tagang badantiang-dantiang”, karena sampai kapan pun tidak akan pernah diperoleh titik temu bila semangat yang dikedepankan adalah “lamak di awak, ndak katuju di urang”.
Keinginan kedua belah pihak untuk berdialog patut didukung semua pihak dengan memberi masukan yang konstruktif dan tidak justeru memperkeruh suasana, karena hanya pihak-pihak berkonfliklah yang paling tahu persoalan dan yang mampu menyelesaikannya. Kunci penyelesaian “kusuik” Pasar Inpres ada di tangan pedagang dan Walikota Padang, sebagaimana pepatah lama mengatakan “kusuik-kusuik bulu ayam, paruah juo nan manyalasaian”. Semoga.
Untitled Document