-
Menuju Pilkada Berkualitas
Hiruk-pikuk penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) di beberapa daerah telah berlangsung beberapa pekan terakhir. Menariknya, khusus di Sumatera Barat, penyelenggaraan Pilkada dilaksanakan secara serentak di 14 daerah yang meliputi provinsi, kabupaten, dan kota, untuk memilih Gubernur/Bupati/Walikota dan Wakil Gubernur/Bupati/Walikota.
Penyelenggaraan Pilkada secara serentak sesungguhnya tidak hanya efisien dari sisi pendanaan, tetapi juga efektif karena tidak harus melakukan lebih dari satu kali rangkaian kegiatan Pilkada termasuk memanggil pemilih untuk memberikan suaranya dan legal karena secara tegas Pasal 235 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membolehkan pemungutan suara dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota dalam satu daerah yang sama yang berakhir masa jabatannya dalam kurun waktu 90 (sembilan puluh) hari, setelah bulan Juli 2009 diselenggarakan pada hari dan tanggal yang sama. Sebagaimana diketahui, masa jabatan 14 kepala daerah di Sumatera Barat berakhir dalam kurun waktu 90 hari, sehingga penyelenggaraan Pilkada serentak memiliki pijakan yuridis yang sangat kuat.
Meskipun undang-undang memungkinkan penyelenggaraan Pilkada dilakukan secara serentak, namun tidak berarti pelaksanaannya menjadi lebih gampang atau digampang-gampangkan. Semua pihak, khususnya penyelenggara Pilkada tetap harus berhati-hati dan berada di posisi terdepan dalam mewujudkan Pilkada yang berkualitas. Persoalannya, bagaimana mewujudkan Pilkada yang berkualitas?
Berkualitas tidaknya penyelenggaraan Pilkada, Gubernur dan Wakil Gubernur atau Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota, baik yang diselenggarakan bersamaan maupun sendiri-sendiri, sangat ditentukan oleh setidaknya 3 (tiga) hal penting, yaitu perangkat peraturan perundang-undangan yang dibuat secara baik dan benar, lembaga penyelenggara yang terpercaya (credible), dan dukungan dari semua pihak yang dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pilkada akan berkualitas, apabila peraturan perundang-undangan (undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan KPU, keputusan KPU Provinsi/Kabupaten/Kota, dan peraturan/keputusan lainnya yang berlaku dan mengikat) yang digunakan untuk menyelenggarakannya dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 menjadi “buku suci” bagi para perancang peraturan perundang-undangan (legal drafter) dan pembentuk peraturan perundang-undangan (legal maker), karena undang-undang ini mengatur bagaimana membentuk sebuah peraturan perundang-undangan yang baik dan benar meliputi kewenangan, prosedur, format, substansi, dan bahasa. Pembentukan peraturan perundang-undangan tentang PILKADA yang dilakukan secara baik dan benar sangat penting untuk mencegah timbulnya permasalahan dalam penyelenggaraan Pilkada akibat pertentangan atau tubrukan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan peraturan perundang-undangan yang lain. Tentu saja, KPU Provinsi/Kabupaten/Kota selaku penyelenggara Pilkada perlu menyiapkan sebuah tim yang secara khusus bekerja merancang dan/atau membentuk produk-produk hukum khususnya keputusan-keputusan KPU terkait dengan penyelenggaraan Pilkada.
KPU Provinsi/Kabupaten/Kota beserta jajarannya mulai dari Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN), berperan penting dalam mewujudkan Pilkada berkualitas, karena lembaga inilah yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Pilkada yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Agar penyelenggaraan Pilkada berlangsung secara berkualitas, maka penyelenggara Pilkada mestilah memiliki tingkat kredibilitas yang tinggi dalam menjalankan tugasnya dengan menjalankan 12 asas penyelenggara Pemilu yaitu asas mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib penyelenggara Pemilu, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prasyarat ketiga yang juga sangat mempengaruhi kualitas penyelenggaraan Pilkada adalah dukungan dari semua pihak sesuai posisi dan perannya masing-masing dengan tetap menyandarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dukungan tidak hanya berupa keterlibatan secara langsung (direct involvement) misalnya dalam penyediaan anggaran/fasilitas, tenaga ahli/pakar, dan tenaga sekretariat, tapi juga keterlibatan secara tidak langsung (indirect involvement) misalnya pengawasan eksternal (BAWASLU dan PANWASLU), pemantau, pengamat, surveyor, dan kritikus. Apa pun bentuk dukungan yang diberikan dalam penyelenggaraan Pilkada, semua pihak yang terlibat mestilah secara konsisten mematuhi rambu-rambu Pilkada yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait. Niat baik untuk mendukung penyelenggaraan Pilkada yang dilakukan tanpa mengindahkan rambu-rambu yang ada, disamping tidak akan banyak membantu juga berpotensi menciderai kualitas Pilkada itu sendiri, bahkan akan mengakibatkan terjadinya “kecelakaan” Pilkada (Pilkada excident). Semoga tidak!
Untitled Document