-
Sanksi Bagi Pelanggar Perda
Ada yang menarik dalam dua kali pemberitaan harian ini terkait dengan reaksi keras Walikota Padang terhadap salah satu pengusaha waralaba yang diduga meracuni pohon asam jawa berusia 80 tahun (Padek, 14/03), reaksi mana diikuti dengan peringatan keras dan denda 1.000 batang bibit pohon mahoni setinggi 2 meter (Padek, 15/03). Kabarnya, pihak yang dijatuhi sanksi mengakui kelalaiannya dan bersedia memenuhi keputusan Walikota. Tidak jelas apa dasar pertimbangan, yang jelas pohon yang diduga diracuni telah berusia 80 tahun dan bukan dari spesies yang sama dengan bibit pohon pengganti.
Peringatan keras dan sanksi 1.000 batang bibit pohon mahoni yang dijatuhkan Walikota Padang melalui Surat Peringatan Keras No. 660/0492/Sekretariat Wasda/II-2011 tertangal 15 Maret 2011 tersebut dilakukan karena pengusaha waralaba telah terbukti melanggar Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (5) Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang No. 11/2005 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat sebagaimana telah diubah dengan Perda No. 4/2007 tentang Perubahan Atas Perda No. 11/2005 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. Meski banyak yang mendukung, tindakan tegas Walikota Padang ini perlu dikritisi secara yuridis. Tepatkah (secara yuridis) sanksi berupa peringatan keras dan denda 1.000 batang bibit pohon yang dijatuhkan Walikota, bila alasannya karena sang pengusaha waralaba telah melanggar Perda No. 11/2005 jo Perda No. 4/2007?
Sebagaimana diketahui, Perda No. 11/2005 jo Perda No. 4/2007 yang salah satu pasalnya melarang setiap orang atau badan merusak, menebang/memotong pohon atau tanaman di jalur hijau, taman dan tempat umum kecuali oleh petugas yang berwenang (Pasal 4 ayat 1) dan melarang setiap orang atau badan mengotori, merusak jalur hijau, taman atau sarana dan prasarana yang ada pada jalur hijau (Pasal 4 ayat 5), sudah mengatur mekanisme dan bentuk sanksi bagi setiap orang atau badan yang terbukti melanggar ketentuan perda dimaksud. Bila dicermati lebih jauh, mekanisme dan bentuk sanksi yang dijatuhkan dalam kasus ‘pohon asam jawa’ di atas, misalnya proses penjatuhan sanksi yang tidak melalui mekanisme pemeriksaan persidangan tindak pidana ringan menurut UU No. 8/1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan bentuk sanksi yang tidak dikenal dalam Perda No. 11/2005 jo Perda No. 4/2007, jelas menyalahi prosedur hukum yang berlaku alias ilegal.
Perda No. 11/2005 jo Perda No. 4/2007 sendiri secara tegas telah menyatakan bahwa pelanggaran terhadap Perda termasuk tindak pidana ringan (Pasal 14 ayat 2) dan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000 (Pasal 14 ayat 1). Penegakan hukum terhadap setiap bentuk pelanggaran Perda mestinya mengacu pada ketentuan yang berlaku secara khusus dalam Perda yang bersangkutan, kecuali tidak ada perda yang mengatur tentang pelanggaran yang terjadi. Jangan sampai Walikota dituduh terlalu reaksioner dalam penegakkan perda tapi lupa bahwa tindakannya itu justeru tidak sesuai dan/atau melanggar perda. Peraturan yang dilanggar memang harus ditegakkan, tapi tidak dengan melanggar hukum atau main hakim sendiri (eigen rechting), melainkan dengan cara dan menurut ketentuan hukum yang berlaku.
Untitled Document